Running Text

Kalau ada orang yang bilang "jujur saya katakan" atau "kalau boleh jujur", maka kemungkinan besar orang itu terbiasa dengan ketidakjujuran (pembohong)

Paralegal Dalam Skema Bantuan Hukum


Pada 2 November 2011 silam telah diundangkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Undang-undang tersebut dibentuk dengan pertimbangan tanggung jawab Negara terhadap hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia, dalam bentuk suatu organisasi bantuan hukum.

Organisasi bantuan hukum (OBH) yang dimaksud dalam UU 16-2011 dilakukan verifikasi dan akreditasi setiap 3 tahun, melalui Kementerian Hukum dan HAM. Selain melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan bantuan hukum pada umumnya, OBH dapat melakukan rekrutmen terhadap Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.

Tarombo-ku

Berikut adalah silsilah dari Si Raja Batak hingga lahirnya saya, Mangara Maidlando Gultom (Huta Pea #18). Margaku, Gultom, merupakan sundut (generasi) ke-10 dari Si Raja Batak. Seharusnya aku bermarga Pandiangan. Namun marga Pandiangan hanya diteruskan oleh keturunan Raja Humirtap. Hal tersebut terjadi dikarenakan ketegangan hubungan antara Raja Humirtap dengan Raja Sonang di masa itu, sebagai dampak dari kisah boru Saroding yang kawin dengan Guru Sodungdongan (manusia ular).

Mengenai penulisan, saya hanya memakai nama tanpa marga, bukan bermaksud mengurangi/menghilangkan hormatku kepada tua-tua dalam partuturan. Namun agar lebih mudah mengetahui. Di samping itu, nama-nama di bawah ini masih ada yang belum lengkap/diketahui. Maka saya mengikuti data yang ada saja. Yang jelas, sejak sundut (generasi) Si Raja Batak ke-11 tentunya bermarga Gultom. Di atas telah saya sebut bahwa saya adalah Gultom Huta Pea nomor 18, hitungannya dimulai sejak Gultom (generasi ke-10 Si Raja Batak).

Perkembangan Filsafat (Eropa)



A. Latar Belakang
Filsafat merupakan terjemahan dari istilah “philosophia”, yang berasal dari bahasa Yunani, yang berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom). Hal tersebut dapat diurai dari asal katanya, yaitu philo yang artinya “cinta” dan sophia yang artinya “kebijaksanaan”. Dalam bahasa lain, filsafat dikenal dengan sebutan philosophy di Inggris, philosophie di Prancis dan Belanda, dan falsafah di Arab.[1] Jika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), filsafat adalah 1) pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; 3) ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology; 4) falsafah.

Filsafat Hukum (Hukum Alam)

A. Latar Belakang Munculnya Aliran
Seorang filsuf terkemuka dari Yunani, Plato, percaya bahwa alam semesta pada dasarnya rasional. Aristoteles, yang tidak lain adalah murid Plato sendiri, kemudian mengenmbangkan pemikiran tersebut. Aristoteles mengembangkan apa yang kemudian berkembang menjadi versi filosofis teori emanasi kuno tentang kisah penciptaan: ada hierarki eksistensi, masing-masing memberi bentuk dan mengubah yang di bawahnya. Pada puncak hierarki ini terdapat Penggerak yang Tidak Digerakkan, yang oleh Aristoteles diidentifikasikan sebagai Tuhan. Penggerak yang Tidak Digerakkan tersebut mengakibatkan semua gerak dan aktivitas di alam semesta, karena setiap perubahan dapat dilacak kembali kepada sumber yang tunggal.[1]

Pidana Kurungan, Pidana Seumur Hidup dan Pidana Tutupan


I. Perbedaan Antara Pidana Kurungan Dengan Pidana Penjara
1.  Pidana Kurungan (Pasal 10 huruf a butir 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahwa: (1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun; (2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan; (3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

Perdebatan Perkawinan Beda Agama

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, maka perihal perkawinan yang dibahas berikut ini adalah mengenai perkawinan sebagaimana yang diatur oleh konstitusi. Dasarnya adalah Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1945). Artinya, keputusan atau kebijaksanaan yang berkaitan dengan rakyat harus didasarkan oleh UUD NRI 1945, yang berasaskan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm (norma yang paling mendasar).

Berdasarkan kaidah-kaidah yang telah berlaku selama ini, Indonesia menggunakan penggabungan 2 sistem hukum, yakni Statute Law System dan Common Law System. Penggunaan Statute Law System dapat dilihat dari syarat pengkodifikasian hukum untuk dijadikan dasar hukum dalam bertindak, dan semuanya itu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kemudian disebut mengikuti Common Law System dapat dilihat dari penggunaan kebiasaan-kebiasaan atau tradisi yang telah ada sejak dahulu. Keberadaan Statute Law System dan Common Law System di Indonesia merupakan sisi keunikan Indonesia dalam mencomot teori-teori yang telah dikemukakan para ahli-ahli hukum internasional sebelumnya.

Stigma "Penjahat" terhadap WBP oleh Pers


Pada tanggal 25 Januari 2015 dini hari, 2 orang penghuni Rutan Balikpapan berhasil kabur di saat para penghuni lainnya sedang tidur. Apapun alasannya, kaburnya penghuni merupakan hal yang tidak masuk akal. Apabila yang dipublikasikan adalah dengan merusak bangunan Rutan, tentu yang menjadi kritik adalah “bagaimana dengan pengamanan Rutan yang seharusnya di wilayah steril itu bersih dari barang-barang tajam atau berbahaya?”, dan “apakah pelayanan dan pembinaan di Rutan itu sudah sesuai dengan nafas pemasyarakatan?”, kurang lebih seperti itu.

Polemik Bebasnya Pollycarpus

Pada hari Jumat tanggal 28 November 2014 lalu, Pollycarpus Budihari Priyanto dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung. Banyak pihak yang berkomentar perihal bebasnya terpidana pembunuh aktivis HAM, Munir Said Thalib. Ada yang berpendapat bahwa bebasnya Pollycarpus yang dianggap cepat itu telah mencederai kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Ada juga yang berpendapat bahwa negara telah abai terhadap kebebasan hak asasi manusia karena pembunuh aktivis HAM tersebut bebas begitu cepat. Namun di pihak pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM, menyatakan bahwa Pembebasan Bersyarat yang diperoleh Pollycarpus sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kita harus memperhatikan hak asasi yang dimiliki oleh Pollycarpus.

Polemik Ahok


Mengawali bulan November 2014, terjadi perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat Indonesia dan warga DKI khususnya, mengenai pengangkatan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk menggantikan Joko Widodo yang kini telah resmi menjadi Presiden NKRI. Pertempurannya pun tampak berlandaskan asas yuridis, masing-masing kubu mempunyai dalil-dalil hukum. Namun pada sisi lainnya, dapat dilihat dengan jelas bahwa pertarungan tersebut adalah pertarungan yang dimulai oleh elit-elit politik yang tergabung dalam koalisi merah putih terhadap “kaburnya” Ahok dari Gerindra yang notabene adalah corong koalisi merah putih. Namun apapun itu, biarlah mereka bertarung semaksimal mungkin. Semoga kaum akademisi tidak terlibat oleh logika-logika dan dalil-dalil yang dikemukakan masing-masing politikus tersebut.

Problematika Kolom Agama Pada KTP

Pada akhir-akhir ini orang-orang pada sibuk dengan sikap Jokowi yang membolehkan untuk mengosongkan kolom agama pada KTP. Terlebih lagi kader PKS yang malah menyebarkan bahwa  akan ada pengosongan kolom agama pada KTP. Sehingga membuat pernyataan tegas bahwa kolom agama pada KTP akan dikosongkan, padahal kebijakan Jokowi adalah membolehkan untuk mengosongkan kolom agama pada KTP. Oleh karena ada kata “membolehkan” atau “boleh”, maka pernyataan itu sebenarnya tidak mengharuskan mengosongkan kolom agama, namun tidak melarang warga negara yang ingin kolom agama pada KTP-nya dikosongkan. Pada masa orde lama, KTP Indonesia tidak menyertakan kolom agama. Bahkan pada saat itu merupakan masa kejayaan Masyumi di Indonesia.