Mengawali
bulan November 2014, terjadi perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat
Indonesia dan warga DKI khususnya, mengenai pengangkatan Basuki Tjahja Purnama
(Ahok) menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk menggantikan Joko Widodo yang kini
telah resmi menjadi Presiden NKRI. Pertempurannya pun tampak berlandaskan asas
yuridis, masing-masing kubu mempunyai dalil-dalil hukum. Namun pada sisi
lainnya, dapat dilihat dengan jelas bahwa pertarungan tersebut adalah
pertarungan yang dimulai oleh elit-elit politik yang tergabung dalam koalisi
merah putih terhadap “kaburnya” Ahok dari Gerindra yang notabene adalah corong
koalisi merah putih. Namun apapun itu, biarlah mereka bertarung semaksimal
mungkin. Semoga kaum akademisi tidak terlibat oleh logika-logika dan dalil-dalil
yang dikemukakan masing-masing politikus tersebut.
Running Text
Problematika Kolom Agama Pada KTP
Pada akhir-akhir
ini orang-orang pada sibuk dengan sikap Jokowi yang membolehkan untuk
mengosongkan kolom agama pada KTP. Terlebih lagi kader PKS yang malah
menyebarkan bahwa akan ada pengosongan
kolom agama pada KTP. Sehingga membuat pernyataan tegas bahwa kolom agama pada
KTP akan dikosongkan, padahal kebijakan Jokowi adalah membolehkan untuk
mengosongkan kolom agama pada KTP. Oleh karena ada kata “membolehkan” atau “boleh”,
maka pernyataan itu sebenarnya tidak mengharuskan mengosongkan kolom agama,
namun tidak melarang warga negara yang ingin kolom agama pada KTP-nya
dikosongkan. Pada masa orde lama, KTP Indonesia tidak menyertakan kolom agama. Bahkan
pada saat itu merupakan masa kejayaan Masyumi di Indonesia.
Peringatan Hari Pahlawan (10 November)
Mungkin begini kongkritnya:
Suatu perbuatan sia-sia untuk mengingat perjuangan para pahlawan, apabila konsep berpikir implementasinya serupa dengan apa yang dilakukan oleh para pahlawan itu, apalagi cukup sebatas kegiatan simbolik tahunan. Akan banyak biaya yang terbuang, waktu terbuang sia-sia, tenaga pun terkuras tak berarti, smua serta simbolik, hanya untuk 10 November.
Para pahlawan, ini zaman kami, zaman kalian sudah lewat bersama-sama dengan kematian kalian. Goresan tinta di berbagai media sudah cukup membuktikan bahwa kalian ada, dan semangat juang kalian akan digunakan saat Indonesia (kembali) berperang.
Hentikan peringatan 10 November!
Suatu perbuatan sia-sia untuk mengingat perjuangan para pahlawan, apabila konsep berpikir implementasinya serupa dengan apa yang dilakukan oleh para pahlawan itu, apalagi cukup sebatas kegiatan simbolik tahunan. Akan banyak biaya yang terbuang, waktu terbuang sia-sia, tenaga pun terkuras tak berarti, smua serta simbolik, hanya untuk 10 November.
Para pahlawan, ini zaman kami, zaman kalian sudah lewat bersama-sama dengan kematian kalian. Goresan tinta di berbagai media sudah cukup membuktikan bahwa kalian ada, dan semangat juang kalian akan digunakan saat Indonesia (kembali) berperang.
Hentikan peringatan 10 November!
Langganan:
Postingan (Atom)