Running Text

Kalau ada orang yang bilang "jujur saya katakan" atau "kalau boleh jujur", maka kemungkinan besar orang itu terbiasa dengan ketidakjujuran (pembohong)

Pengalaman Bekerja

Kerja bangunan alias sebagai kuli merupakan pekerjaan pertamaku, kujalani pekerjaan itu hanya sampai 3 bulan saja. Hanya sepotong celana jeans yang bisa ditunjukkan hasil dari pekerjaan itu. Lainnya, habis di miras dan obat-obatan (Double L dan Nipam).

Untuk model kerjaan sampingan yang tidak tetap dalam bulanannya, pernah kualami sebagai caddy di Pertamina Balikpapan Golf Club (PBGC) setelah lulus SMP. Ada beberapa cerita di dunia yang satu ini. Aku pernah bekerja dalam keadaan fly atau on atau dalam pengaruh Double L, dan pernah juga dalam pengaruh miras langsung maupun sisa dari menenggak miras pada malamnya. Seingatku, aku punya bos tetap sebanyak 3 orang, namun salah satu di antaranya diambil paksa oleh temanku. Salah satunya lagi merupakan seorang pensiunan marinir yang saat itu menjabat sebagai anggota DPRD Kota Balikpapan dan saat penulisan ini masih menjabat sebagai Ketua pengurus yayasan yang mendirikan kampusku.


Ada tingkatan yang kulakukan di PBGC, ku awali dari pencari bola, caddy kecil, dan kemudian caddy. Di masa caddy kecil, aku pernah mencuri uang bosku yang saat itu adalah seorang warga negara Australia. Karena tugasku di depan caddy dan bos, maka aku harus mengusahakan agar bola tidak hilang, dan membawakan bag stick menuju hole berikutnya di saat bos berada di green. Ketika di tee box hole 4, aku membongkar isi bag stick, di situ kutemukan dompet si bule yang berisi banyak uang dan berbagai mata uang. Kuambil sebanyak 71 Dolar US. Lembaran 50 kusimpan di dalam sempak, 20 + 1 kusimpan di kantong. Aku takut kalau dilihat oleh caddy, pasti dia akan meminta bagi rata. Ternyata benar, dia melihatnya, dan ditanyakan berapa yang kuambil. Dengan polosnya kujawab "cuma 2 lembar om, sepertinya 40 dolar dari 2 lembar 20 dolar". Ia pun menerima begitu saja informasiku karena raut wajahku yang kupaksa lugu.

Di akhir pekerjaan, ia meminta bagian atas "kerjaku" tadi. Ya kuserahkan aja semuanya, dengan tambahan mohon bantuan untuk ditukarkan ke dalam bentuk rupiah. Pas dipegangnya uang itu, ia pun kaget karena hanya 21 dolar. Aku pun beralasan bahwa aku salah lihat karena terburu-buru takut kelihatan si bule. Untungnya lagi si om itu percaya dengan keluguan yang kutunjukkan. Meskipun pada akhirnya aku hanya mendapatkan bagian sebanyak 30 ribu saja dari tukaran 21 dolar itu, alasan si om bahwa teman-teman lainnya minta buat beli minum. Ya sudahlah, yang jelas aku dapat lebih dari itu, haha.

Lanjut. Aku pernah bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan nasional yang bergerak di bidang jasa distribusi pelumas dan gemuk (grease) merk Shell, hanya 9 bulan bulan saja karena tidak ada kejelasan status setelah 2 kali perikatan dengan nama probation per 3 bulan. Di 3 bulan pertama, aku banyak menghabiskan waktu di dalam kantor untuk menguasai seluk beluk barang yang akan ku jual, dan perkakas-perkakas alat berat yang menggunakan pelumas dan gemuk. Selanjutnya, dalam seminggu aku selalu melakukan perjalanan ke luar Balikpapan minimal sekali. Entah itu ke lokasi maupun ke kantor calon pelanggan dan pelanggan saja.

Aku pernah menjadi CPNS di Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, tepatnya berdinas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Nunukan, mulai dari bulan April 2011. Di sini aku mendapatkan banyak pelajaran dalam menghadapi orang dengan berbagai latar belakang, meskipun aku mempunyai kewenangan yang lebih luas karena seragam dinasku. Di sini aku juga belajar menjaga komunikasi dengan baik meskipun seragam dinasku mampu mengatakan tidak perlu. Aku berkata seperti itu karena peradaban di Nunukan tentunya berbeda dengan peradaban Balikpapan.

Di Nunukan, seorang aparat yang menyandang penyelenggara negara (PNS, TNI, Polri, Jaksa, Hakim, dan sejenisnya) mempunyai "kartu" previllege ketika berhadapan dengan sipil. Namun berbeda jika antar aparat yang berhadapan, yang melegitimasi kekuasaan adalah TNI, khususnya Marinir. Banyak tampilan sejarah untuk pembuktian, dari Marinir yang sweeping pengendara motor yang laju-laju, meneriaki dan mengancam oknum polisi berseragam di jalan raya, membombardir kantor Pamong Praja dengan peluru, dan lain sebagainya yang belum ku ketahui.

Tak kalah dengan Marinir, sipir Pemasyarakatan pun sempat mempunyai bargaining yang kuat, di 2008 hingga sekira 2010. Kekuatan itu diawali ketika permulaan operasional Lapas itu, di mana terjadi pelimpahan dan penitipan penahanan dari Kejaksaan setempat, karena di Nunukan sampai sekarang (2014) belum ada Rutan. Saat itu ada sekira 41 orang (semoga tepat) yang mengalami mutasi ke Lapas, mereka juga dikawal oleh kepolisian setempat. Ketika di portir, tampak beberapa dan banyak tahanan yang senyam-senyum, dan kebetulan para sipir sudah berbulan-bulan bekerja sebagai tukang bersih-bersih Lapas karena hunian masih kosong. Selain itu, para sipir baru dan segar (sekira 47 orang) itu hidupnya sengsara (tinggal di rumah gubuk buatan sendiri, makan seadanya karena jarak Lapas ke pasar terdekat sekitar 7 kilometer, belum punya motor, lingkungan terasing, belum ada listrik).

Maka senyum tahanan tersebut tentunya menjadi alasan konyol yang dijadikan bahan pembenar. Jadi, satu per satu yang masuk menjadi samsak, senyum pun berubah menjadi pucat pasi dan ketakutan. Yang namanya preman lokal maupun preman rampok bersenjata pun berubah menjadi balita. Di hari berikutnya sampai berbulan-bulan mereka menjadi boneka dan samsak atas kekesalan sipir yang merasa "tertipu" karena pernah dijanjikan rumah dinas dan kehidupan yang layak oleh negara. Tidak ada pembesuk yang membawa uang di bawah 100 ribu atau barang yang seharga, selalu di atasnya. Oleh karena itu, pada masa itu Lapas Nunukan meraih penghargaan "tempat pembantaian", sempat ada yang mati karena dikeroyokin sipir. Banyak perlengkapan pengamanan yang rusak hanya dalam sebulan, bahkan lebih cepat. Handy Talky yang sejatinya sebagai alat komunikasi pun menjadi bagian dari perlengkapan pengamanan. Memang, selain rasa tertipu, para sipir juga mendapatkan semacam spirit tambahan dari sang kepala (waktu itu Kepala Lapasnya adalah seorang mantan Kepala Lapas Balikpapan, namanya cari sendiri) bahwa kalau jadi sipir itu harus bisa berkelahi, kasihan. Kalau pun ada laporan dari penghuni (tahanan dan narapidana), Kalapas hanya menjawab "paling kamu ada salah kali, nda mungkin bawahan saya begitu kalau kamu/kalian tidak salah". Padahal pada masa itu, entah salah atau benar, kalau si penjaga merasa "lapar", tetap aja bisa dimakan.

Tidak hanya di pagi atau siang hari, malam pun menjadi sama dengan pagi dan siang, penghuni pun terkadang dikeluarkan untuk dimakan. Sampai-sampai ada pengakuan dari penghuni Lapas Tarakan yang berdomisili di Nunukan memilih untuk tetap berada di Lapas Tarakan daripada dipindahkan ke Nunukan, berapapun bayarannya.

Di Pemasyarakatan, oleh jajaran Kemenkumham maupun pemerintahan biasa disebut sebagai "tempat sampah" atau "tempat "kloset", karena tahanan sudah keburu kering dompet dijarah oleh kepolisian, kejaksaan, maupun hakim. Hal itu menjadi bagian dari kerasnya sikap sipir terhadap ketiga instansi itu. Namun yang namanya manusia, semisikin-miskinnya penghuni pun masih bisa diakali dengan berbagai cara demi penghasilan sampingan. Saling serobot atau jegal sesama sipir pun terjadi hanya karena uang.

Ada banyak modus, seperti besukan, penempatan kamar, keluarga sakit, kebebasan, dan lain sebagainya. Hasil dari itu, ada yang suka berbagi, ada juga yang secara diam-diam, bahkan transfer via rekening. Meskipun perubahan sudah mulai tampak sejak tahun 2010, pola-pola penghasilan sampingan masih tetap berjalan dan terus berkembang. Ada juga Kalapas yang berambisi menjadi Bupati setempat saat masa pensiun. Ia mulai merakyat sejak jabatan itu melekat, padahal bukan orang lokal. Dengan dalil pesantren Lapas, bangunan Lapas pun diubahnya menjadi cantik warna-warni, sumber dananya ya tetap aja ada dari penghuni, hahaha. Ia pun tidak putus-putusnya bekerjasama dengan instansi setempat untuk membangun jaringan. Tapi apes, sekira 1-2 tahun sebelum masuk masa pensiun, Kalapas tersebut dimutasi ke Kanwil Kaltim, pupus, hahahah.

Untuk selanjutnya, kisahku di Lapas akan ku ceritakan di postingan yang berbeda. Singkat cerita, aku mengundurkan diri dengan alasan kuliah dan orang tua. Meskipun gajiku diputus sebelum surat resmi pemberhentian dari Ditjenpas selama sekira 4 bulan. Yang memutus pun orang KPPN berdasarkan rekomendasi staf bagian keuangan Lapas, tindakan mereka hampir mirip dengan pejabat yang menandatangani pengangkatan dan pemberhentian PNS, hahahah.. Biarlah, aku anggap mereka sedang belajar untuk menjadi pejabat, semoga penyelenggara pemerintahan ke depannya semakin baik.

Aku pun pernah masuk ke dunia jurnalistik, menjadi wartawan televisi lokal di Balikpapan, namun hanya selama 1 bulang setengah saja. Karena pada masa itu aku berada pada posisi bimbang. Di situ aku belajar beberapa hal. Bagaimana ikut membangun Balikpapan ataupun membangun bangsa melalui berita yang disampaikan. Aku diajarkan oleh rekan sesama wartawan (sesama mahasiswa dan sama-sama aktivis denganku), bagaimana cara membuat pemerintah setempat untuk mempercepat perbaikan dan pembuatan jalan. Cukup dengan mendatangi jalan yang rusak, ambil gambar, wawancara RT setempat dan pihak Kecamatan, masuk siaran, progres akan segera berjalan lebih cepat dibanding dengan tidak dijadikan berita. Ada teman lain, yang mengajarkanku secara tersirat untuk memperhatikan dunia pendidikan melalui jurnalistik.

Biasa, aku baru keluar rumah untuk mencari berita saat matahari sudah berada di atas kepala, telat dong. Aku juga sempat beberapa kali disodorkan lembaran uang dalam peliputan, namun aku berhasil menolak. Tapi ada 1 yang tidak bisa kutolak karena pejabat tersebut langsung memasukan uang ke dalam kantong celana, dan aku langsung diusir, serta ditutupnya pintu ruangannya dengan segera. Mau dikembalikan kepada pegawai bawahannya, aku tidak tega. Kasihan si atasan, meskipun ia hanya sekadar mengucapkan terima kasih dengan cara yang salah, ketika uang kukembalikan (titip) kepada bawahannya akan nampak menjatuhkan si pejabat itu.

Itulah pengalaman bekerjaku. Meskipun ada pekerjaan freelance atau paruh waktu yang kujalankan untuk memperoleh penghasilan pribadi, seperti menjadi penggiat di lembaga bantuan hukum, asuransi, dan el'es'em lingkungan. Semoga ringkasan cerita di atas dapat menghadirkan tawa, senyum, pengetahuan tambahan atau informasi bagi pembaca. Aku tidak bisa meminta pembaca percaya terhadap kebenaran cerita di atas. Karena aku pun sejatinya hanya mempercayai 2 di dunia ini, aku dan bukan kamu. Hehe..




Balikpapan, 12 Juni 2014
12:18 AM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar