Perjuanganku untuk dapat menjadi PNS Pemasyarakatan pada Kemenkumham
RI tidak lain adalah motivasi untuk mengubah sekecil apapun sebisaku dan
semampuku mengenai keburukan Pemasyarakatan di mata orang maupun di
kalangan internalnya sendiri. Karena aku sempat protes kepada mamaku
yang bekerja sebagai PNS Pemasyarakatan mengenai "budaya" yang katanya
sudah mendarah daging bagi para PNS Pemasyarakatan. Dengan kata lain,
darah dan dagingku ini merupakan hasil dari "budaya kotor"
Pemasyarakatan. Aku harus membayar itu, aku harus ambil peran
memperbaiki, betapa angkuhnya aku mengenai itu, tapi itulah mimpiku.
Lanjut.
Pada tes tahun keduaku, aku dinyatakan tidak memenuhi salah satu
syarat, tidak bertato. Di bagian lengan pada tangan kiriku ada bekas
goresan getah mente. Getah tersebut jika dioleskan pada bagian tubuh
akan meninggalkan luka yang dapat permanen dan menghasilkan bentuk atau
tulisan seperti tato. Sudah kujelaskan kepada ibu yang memeriksaku bahwa
itu bukan tato, tapi dia minta untuk dihapus dulu dan usahakan lagi
mendaftar di tahun depan. Ya sudah, pasrahlah.
Kemudian di
tahun ketiga aku mendaftar, langkahku terhenti di pemberkasan awal.
Karena Ijazah dan Transkrip Nilai yang asli tidak ku bawa ke Samarinda,
tempatku mendaftar CPNS Kemenkumham. Aku masih rada gaptek, termasuk
keluargaku di rumah. Aku alpa dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi
seperti faksimili dan koordinasi antar instansi di internal Kemenkumham.
Padahal di Rutan sudah ada faksimili, dan tentunya beberapa pegawai
Rutan punya relasi atau kedekatan dengan beberapa pegawai di Kanwil
Kemenkumham.
Dan
di tahun keempat, kejadian yang sama
terulang lagi, aku tidak membawa Kartu Keluarga yang asli. Untungnya
pegawai setempat memberikan jalan untuk menghubungi mamaku agar
dikirimkan saja via faksimili dengan disertai stempel resmi Rutan oleh
Kepala Rutan. Akhirnya berhasil, dan mamaku dibantu oleh rekannya di
Rutan. Namun ada satu hal yang membuatku deg-degan, tato di kaki kiriku
hampir diketahui oleh petugas, untungnya dia menganggap bekas tekanan
karet kaos kaki sebelum ku jawab. Ketika dikatakan sebagai bekas tekanan
karet kaos kakipun aku diam tak berkata. Jadi begini, aku punya tato
pada kaki bagian kiri, tepatnya sekira sepanjang jari telunjuk di atas
mata kaki bagian dalam. Aku sempat mengakali dengan menggoreskannya
menggunakan paku yang ku dapat di warung dekat pendaftaran, hingga
berdarah. Tapi tak hilang-hilang, cuma semacam seutas tali rapiah kecil
yang dapat ku keluarkan dari tempat tato itu. Namun bekasnya tetap saja
ada. Tak hilang akal, aku ambil kotoran perpaduan oli dan gesekan rantai
di motorku, dan ku usapkan pada bagian tato itu. Sedikit tertutupi,
meskipun hasil analisis ringan si petugas bahwa itu adalah bekas tekanan
karet kaos kaki. Dasar petugas malas! Kerja kok setengah-setengah.
Setelah
itu tahapan tes per tes pun ku jalani. Meskipun jadwalnya pagi, aku
berangkat lebih pagi dari rumah, menelusuri Balikpapan-Samarinda. Saat
tes fisik di markas Yonif Awang Long Samarinda, aku datang telat karena
sedikit kesulitan menemukan tempatnya. Telat sekitar 30 menit, dan
dimarahi oleh salah seorang petugas dengan ucapan "Gimana mau jaga napi
kalau bangunnya telat, bisa kabur semua tuh napinya". Ucapan itu
sangat-sangat memotivasiku.
Akhirnya, sabahatku, Tomi
mengabariku beberapa bulan berikutnya disertai ucapan selamat bahwa aku
lulus seleksi. Seingatku, saat itu dibutuhkan sebanyak 98 untuk
ditempatkan di 14 UPT Kemenkumham Kaltim. Yang mendaftar pastinya lebih
dari 800-an orang, angka itu berdasarkan nomor peserta pendaftar yang
terakhir ku lihat ketika pemberkasan. Kemudian yang dinyatakan lulus
seleksi hanya 86 orang, 12-nya raib. Dan pada masa orientasi hanya
tersisa 74 orang, nda tau lagi ke mana 12 orang yang sudah dinyatakan
lulus seleksi itu. Di masa orientasi ku dapatkan banyak isu yang
digulirkan, dari mengundurkan diri hingga tiada kabar dari yang
bersangkutan.
Otakku pun menjadi peot tatkala
menyambungkan logika antara yang dibutuhkan 98 orang dengan pendaftar
yang mencapai angka 800-an. Kalau targetannya angka 98, hal yang konyol
jika tidak bisa mendapatkannya dengan jumlah pendaftar sebanyak itu.
Kalau targetannya kualitas, ada beberapa yang lulus seleksi malah tidak
memenuhi syarat dari segi fisik. Tapi setelah ku cari tahu latar
belakang orang itu, ternyata si gendut itu anaknya Kepala Rutan
Samarinda saat itu, dan si cewek kurus itu anak dari Kepala Bapas
Balikpapan saat itu juga. Penafsiran singkatku ternyata berimbang dengan
kenyataan yang ku dapatkan saat Diklat Prajabatan di Depok, si gendut
lambat (tak mampu lari secukupnya) dan si kurus ini pemalas. Bagaimana
bisa mereka menempuh angka minimal 6 putaran lapangan sepakbola Awang
Long dari 12 putaran standar? Bagaimana bisa mereka menyelesaikan sit-up
dan push-up? Bagaimana bisa mereka mengakhiri putaran zig-zag dengan
angka standar? Kalau yang gendut memang kritis pemikirannya, tapi si
kurus ceking itu apa yang lebih? Akhh.. sudahlah!!
Memang pada masa tes fisik, aku merasa dibantu oleh beberapa petugas yang mengenali mamaku. Tapi setidak-tidaknya aku tidak meminta dan aku masih berusaha mencapai nilai standar. Dan memang ada yang ku harapkan, seperti imbalan jasa atau reward atas pengabdian mamaku yang sudah berdinas selama sekira 27 tahun. Tapi tidak dengan menjulurkan tangan, melainkan dengan tangan mengepal dan berjuang. Mamaku pun kuancam berkali-kali, bahwa kapan pun ku ketahui bahwa aku lulus seleksi karena "upaya" mamaku maka pada saat itu pun aku berhenti atau mengundurkan diri. Apabila harus membayar denda maka mamaku yang harus membayar, aku tidak mau tahu. Akhirnya mamaku menutup diri dari komunikasi dengan siapapun mengenai pendaftaran CPNS Kemenkumham.
Memang pada masa tes fisik, aku merasa dibantu oleh beberapa petugas yang mengenali mamaku. Tapi setidak-tidaknya aku tidak meminta dan aku masih berusaha mencapai nilai standar. Dan memang ada yang ku harapkan, seperti imbalan jasa atau reward atas pengabdian mamaku yang sudah berdinas selama sekira 27 tahun. Tapi tidak dengan menjulurkan tangan, melainkan dengan tangan mengepal dan berjuang. Mamaku pun kuancam berkali-kali, bahwa kapan pun ku ketahui bahwa aku lulus seleksi karena "upaya" mamaku maka pada saat itu pun aku berhenti atau mengundurkan diri. Apabila harus membayar denda maka mamaku yang harus membayar, aku tidak mau tahu. Akhirnya mamaku menutup diri dari komunikasi dengan siapapun mengenai pendaftaran CPNS Kemenkumham.
Namaku Marchel,, aku punya tato yang msih tergambar jelas di lengan kananku,, aku sdh mendaftar sbagai cpns di kemenkumham,, menurut kk apa aku bisa lulus???
BalasHapusNamaku Marchel,, aku punya tato yang msih tergambar jelas di lengan kananku,, aku sdh mendaftar sbagai cpns di kemenkumham,, menurut kk apa aku bisa lulus???
BalasHapusTergantung kejelian tim seleksi, bung. Saat itu aku mengakalinya dengan coretan kotoran rantai motor. Aku tidak menjawab pertanyaan tim seleksi, mereka yang menjawab pertanyaan mereka sendiri mengenai goresan hitam yg berpadu dengan tatoku di kaki. Aku tidak berbohong karena belum menjawab. Intinya, ini tentang keberuntungan, hehe
BalasHapusAku sdh sampai pada tes terakhir dan aku di tolak mentah mentah pokoknya,jd buat tmn2 yg bertato kalo bisa di hilangkan dgn laser aja dulu.
BalasHapusOh kalo pake serbuk peka tidak bisa bung ya, walaupun pke laser mahal juga bung ya trus masih ada bekas,kenapa org bertato seperti kita di lecehkan di negara kita sendiri bung ya,tidak ada pengharapan besar bagi generasi nya,tuhan saja bisa bantu org yg salah jalan,apakah ini di sebut negara berkembang,bila suatu saat masyarakat ny bnyk menjadi pengangguran,
BalasHapusTp bung walaupun tato di punggung apakah tetap gagal
BalasHapus