Running Text

Kalau ada orang yang bilang "jujur saya katakan" atau "kalau boleh jujur", maka kemungkinan besar orang itu terbiasa dengan ketidakjujuran (pembohong)

Militer

Jika orang yang berasal atau memiliki background dari golongan tertentu terbukti tidak mampu atau tidak becus menjadi pemimpin, tentu orang lain yang berasal atau memiliki background yang sama dengan orang yang tidak becus menjadi pemimpin itu mengajukan diri sebagai calon pemimpin punya potensi lebih baik dari orang sebelumnya.

Sebagai contoh sederhana (saya gunakan nama asing untuk mengeliminasi pendapat rasis ketika saya gunakan nama domestik, dan kalau agama dari kedua nama berikut kebetulan sama dan pembaca menganggap sebagai bagian dari celetukan SARA, saya hanya melihat pembaca sebagai salah satu penghuni kebun binatang):

Pada masanya, Buffon (pesepakbola) terbukti tidak becus atau gagal memimpin Eropa untuk lebih baik dari kekuatan benua Amerika. Kemudian majulah Casillas (pesepakbola) untuk melanjutkan perjuangan Eropa mengungguli benua Amerika. Apakah Casillas sudah pasti akan gagal membawa Eropa menjadi lebih baik sebagaimana yang dilakukan Buffon? Jawabannya adalah belum tentu.
Lalu, Gerrard gagal, Casillas gagal, apakah Zidane (pesepakbola) juga pasti akan gagal jika melanjutkan kepemimpinan itu? Potensinya besar untuk menghasilkan hal yang serupa. Kenapa? Background sama, doktrin yang ada di kepala mereka sama, dan gaya hidup mereka sama semua.
Jika setelah Casillas gagal, apakah Schwarzeneger (aktor) berpotensi sama dengan pendahulunya? Belum tentu! Di situlah asa perubahan muncul.

Itu jika mengandai-andai, kita masuk ke empirik. Apa yang dilakukan Soeharto? Apa yang dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (yang ulung dalam memainkan perasaan demi menghimpun simpati)? Beda-beda tipis, background pun sama. Bagaimana dengan Prabowo Subianto? Background-nya sama dengan 2 orang pendahulunya. Sejarah pun mencatat bahwa Prabowo dipecat dari militer, kemudian diasingkan/mengasingkan ke luar negeri. Tuntutan rakyat untuk mengadili mereka atas sejarah yang telah terjadi pun dikesampingkan, meskipun 2 di antaranya melakukan kegiatan yang tergolong kejahatan kemanusiaan.

Soeharto sudah jelas, banyak sekali tuntutan yang melekat pada dirinya, meskipun hingga kini sudah menjadi jenazah. SBY banyak sekali yang menutupinya, meskipun sudah nampak jelas dari buah karya kelompoknya yang dilihat masyarakat. Warga sipil mana yang mampu atau berani mempermalukan pimpinannya yang merupakan sosok militer berwibawa? Sampai-sampai jelas mataku yang jelek ini melihat seorang anggota TNI menjadi sopir bagi loyalis SBY (Ruhut) dalam pergelaran konvensi capres partai demokrat. Mereka yang mengaku terlibat dalam insiden 1998 namun tidak menyinggung Prabowo sebagai otak penculikan aktivis, adalah mereka yang sedang menikmati buah, dan mereka adalah bagian kecil dari terlibat di 1998.

Prabowo kini menjadi Capres, meskipun ada Mahfud MD yang dalam sejarah tercatat membuat terobosan nekat (pemangkas dwi fungsi ABRI kala menjadi Menteri Pertahanan pada masa Gusdur). Kredibilitasnya tidak perlu lagi diragukan terlebih kala menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, dan tak pernah menjadi tersangka maupun terpidana. Tapi di sampingnya ada orang-orang PKS, yang terbukti banyak ucap ayat suci al-Quran, namun banyak beda nafas ayat dengan kelakuan. Tentu punya domain ke depannya kalau Prabowo menjadi presiden, karena PKS adalah partai politik, dan partai politik adalah nafas demokrasi di konstitusi Indonesia. Ada lagi PPP yang salah satu (mungkin lebih) baru saja tersenggol masalah di Kementerian Agama, kementerian suci loh, katanya.

Jiwa korps, atau korsa militer masih berdiri teguh meskipun personilnya sudah purna. Perlu contoh? Tuh kerjaan anggota TNI yang jadi sopir bagi Ruhut di konvensi partainya SBY. Masa itu titah dari Ruhut semata? Rendah sekali kredibilitas TNI jika memang seperti itu. Lha fungsinya kan sudah bergeser, tentu kalau polisi yang jadi sopir sih masih make sense. Prabowo yang sukses dengan Kopassus dan bebas dari pengadilan, tentu saja masih punya kuasa atas militer, apalagi kalau jadi presiden yang jelas-jelas konstitusi mengatur bahwa militer di bawah presiden.

Singkatnya, sudah ada 2 contoh, orang dengan background yang sama. Apakah Prabowo berpotensi lebih baik dari 2 orang pendahulunya? Iya, tentu. Prosentasenya? Kecil. Bagaimana bisa menghadirkan rasa takut atau jera kepada seorang pencuri kalau ia belum dihukum. Belum lagi dilihat dari segi pengikutnya. Okelah ada Mahfud MD di situ. Tapi ingat, Gusdur yang sehat pun bisa jatuh karena bersih ketika menjabat sebagai presiden, apalagi Mahfud MD yang bukan presiden.

Untuk tambahan, seekor keledai enggan jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Pemilih dalam Pemilu Capres 2014 ini adalah manusia, lebih mulia daripada keledai. Sudah 2 contoh, Indonesia dikibuli militer. Mau nambah 1 lagi alias kurang puas? Hehe,,

Sebagai akhir dari omong kosongku di atas, ini bukan bagian dari kampanye untuk memenangkan Jokowi sebagai presiden. Tapi sesuai dengan tajuk tulisan, ini hanya tentang militer sebatas apa yang kulihat, kubaca, kudengar, dan kurasakan. Memang nampak menjatuhkan Prabowo sebagai capres, tapi aku lebih menekankan pada sisi militer dan postur elit pendukungnya.

Pola mudahnya seperti ini: ada 2 pilihan (A dan B), ketika saya menjelekkan si A, apakah sebuah keniscayaan bahwa saya memilih B? Belum tentu, sayangku. Mengenai pilihanku kelak di tanggal 9 Juli 2014, biarkanlah itu menjadi bagian dari kemerdekaanku dalam menggunakan hak sipolku. Biarkan hanya aku dan bukan kamu yang mengetahuinya. Jika ingin mengkritisi, ya silahkan, tinggal tulis komentar di bawah.

Dan ingat, sesuatu yang buruk, jika dibawa ke tempat baik, maka sesuatu yang buruk itu akan nampak baik. Begitupun sebaliknya. Terfokus pada bagaimana atau cara membawakannya atau menggunakannya. Sama halnya dengan 2 orang buta yang memegang gajah di beda posisi, versi masing-masing dalam mendefinisikan gajah tentunya akan berbeda. Jadi kalau ada yang tetap memilih Prabowo dengan dalil yang bukan dari segi militer dan elit pendukungnya, yang kemudian menampakkan hal-hal positif Prabowo, ya silahkan.

Tulisan ini hanya sebagai respon dari beberapa tetes air mataku yang membasahi mata ketika di malam ini bayanganku dijajah oleh pengetahuan mengenai tingkah laku militer di masa orde baru, transisi menuju reformasi, dan masa kini. Di mana di beberapa frame bayanganku itu, militer nampak bangga bersorak-sorai ketika berhasil memukul mundur pejuang keadilan (demonstran). Militer yang kerap tertutup matanya terhadap keberingasan pemerintah terhadap rakyat, namun terdoktrin sedang membela negara. Padahal "pemerintah" tidak memiliki status quo sebagaimana yang dimiliki "negara". Pengaturannya mirip dengan UUD 1945 (negara) yang rigid dan hanya MPR yang bisa mengubahnya di saat-saat yang ditentukan untuk diubah; dan undang-undang (pemerintah) yang fleksibel, yang bisa diubah/diganti kapanpun (melalui pemerintah, legislatif, Mahkamah Konstitusi, dan mahasiswa dan/atau rakyat).

Meskipun kedua orang tuaku sama-sama anak kolong. Artinya, aku ini cucu dari militer. Hehe


Balikpapan, 3 Juni 2014
05:12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar