Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kejahatan berasal dari kata jahat, yang memiliki arti sangat tidak
baik, buruk, yang kesemuanya mengenai perbuatan atau tindakan atau perbuatan. Maka
kejahatan memiliki definisi perbuatan yang jahat atau sifat (kata kerja) yang
jahat.
Menurut Drs. Muhammad Yamin,
MH, dalam bukunya yang berjudul “Tindak Pidana Kasus” (2012), jika menggunakan
pendekatan legal, kejahatan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar
hukum pidana atau undang-undang yang berlaku di masyarakat. Namun jika
menggunakan pendekatan kriminologis, kejahatan bukan hanya perbuatan yang
melanggar undang-undang atau hukum pidana, tetapi lebih luas lagi, yaitu
mencakup perbuatan anti sosial yang merugikan masyarakat, walaupun perbuatan
itu belum diatur oleh undang-undang atau hukum pidana.
Sedangkan menurut Abdul
Wahid dan Muhamad Labib, dalam bukunya yang berjudul “Kejahatan Mayantara”
(2005), secara empiris definisi kejahatan dapat dilihat dari dua perspektif,
pertama adalah kejahatan dalam perspektif yuridis yaitu kejahatan yang
dirumuskan sebagai perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Dan kedua adalah
kejahatan dalam perspektif sosiologis, yaitu merupakan semua ucapan, perbuatan
dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial psikologis yang
sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang
keselamatan warga masyarakat baik yang telah tercakup dalam undang-undang
maupun yang belum tercakup dalam undang-undang hukum pidana.
Maka secara sederhananya,
penulis menyimpulkan bahwa kejahatan merupakan perbuatan yang menyebalkan, atau
perbuatan yang melewati kewenangan manusia sebagai pribadi yang berakhlak,
serta berhubungan dengan hak asasi.
Dalam Perspektif Yuridis:
Negara sebagai pembuat dan
pelaksana hukum melalui instrumen-instrumen pelaksananya, tentunya telah
membagi bagian-bagian atau bentuk-bentuk kejahatan untuk melindungi warganya
sebagai bagian dari tata laksana penegakkan hak asasi manusia sebagaimana yang
dijadikan dasar negara untuk memerdekakan diri sebagai sebuah negara. Di negara
manapun, segala bentuk kejahatan atau kejahatan itu sendiri menjadi hal yang
tabu atau ditentang. Meskipun di berbagai hal negara menggunakan kejahatan dengan
dalil demi keutuhan ataupun demi keamanan negara, yang kesemuanya diatur dalam
undang-undang.
Dalam Perspektif Sosiologis:
Kejahatan terjadi di
lingkungan masyarakat dapat diartikan sebagai akibat yang timbul dari peran
negara yang tidak mampu mengakomodir kebutuhan warganya meskipun sudah
diundangkannya regulasi untuk itu. Namun bisa juga terjadi karena adanya
kesempatan atau peluang untuk melakukan kejahatan sebagaimana yang
diperkenalkan oleh “Bang Napi” dalam salah satu program pada salah satu stasiun
televisi tanah air.
Hadirnya kejahatan di
tengah-tengah masyarakat atau dalam bernegara tentunya menghadirkan
ketidaknyamanan bagi masyarakat itu sendiri, sehingga tidak dapat dipungkiri
bahwa potensi kerusuhan ataupun perang saudara dapat terjadi. Banyak obyek yang
dapat digunakan seperti agama, suku, ras, kelompok tertentu, dan lain
sebagainya. Sehingga ketika kejahatan terus berlaku maka akan menimbulkan
keresahan dan tanda tanya besar bagi penderitanya bahwa ke mana lagi mereka
harus mengadu atau ke mana lagi mereka mendapatkan perlindungan sebagai
manusia.
Namun sebaliknya, masyarakat
secara tanpa disadarinya dapat melakukan kejahatan secara brutal dengan
tangannya yang seharusnya dapat dilakukan untuk menulis, mengetik, memegang
puntung rokok, dan lain sebagainya. Dan tentunya sangat bertentangan jika
mereka sendiri yang menuntut haknya dengan lantang karena telah diperlakukan
tidak adil.
Dalam Perspektif Psikologis:
Kejahatan dapat menjadi
teror bagi orang atau kelompok tertentu jika akibat kejahatan tersebut tidak
ditangani dengan serius oleh negara. Kejahatan dapat juga berbentuk sebagai
momok yang dapat menghancurkan komunitas/masyarakat yang tinggal menunggu
waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar