Dewasa
ini, perizinan merupakan salah satu hal yang paling dihindari masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun paradigma yang terbangun di sebagian besar
masyarakat mengenai perizinan adalah hal yang ribet dan terlalu memakan waktu
yang banyak. Selain itu, kebiasaan umum masyarakat Indonesia adalah “kalau bisa
mudah kenapa harus dipersulit”.
Untuk
pengurusan perizinan, tentunya harus melakukan permohonan ke satu instansi ke
instansi lainnya yang di dalamnya harus menyertakan beberapa syarat
administratif sebagai bagian dari dokumentasi instansi-instansi pemerintahan
yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin-izin yang dimohonkan. Pun
termasuk pegawai dari instansi penerbit izin tersebut harus memohonkan izin
atas perizinan tertentu kecuali diatur lain oleh undang-undang.
Maka,
akibat dari panjangnya atau pun ribetnya pengurusan administrasi perizinan
tentunya akan berpotensi melahirkan izin-izin yang instan atau pintas. Sehingga
berpotensi juga untuk melahirkan penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki oleh
pejabat-pejabat penerbit izin. Tidak hanya berpotensi melahirkan penyalahgunaan
kewenangan (yang dapat berujung pada tindak pidana korupsi), penerbitan izin
pun dapat melahirkan konflik horizontal karena izin-izin yang diterbitkan
mengalami tumpang tindih pada obyek ataupun subyeknya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perizinan
Jika
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perizinan berasal dari kata “izin” yang
memiliki arti ‘pernyataan mengabulkan” atau dengan kata lain “tidak melarang”,
“persetujuan membolehkan”, dan lain sebagainya. Maka, perizinan dapat bermakna
“hal memberikan izin”. Hal memberikan izin dapat juga disamakan dengan
membolehkan melakukan sesuatu yang dilarang pada umumnya, tentu dengan
syarat-syarat tertentu pula.
Di
dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning)
dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk
perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada
umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki.
Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan
halangan, hal yang dilarang menjadi boleh. Sementara itu menurut Sjahran Basah,
izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan atau
prosedur sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.[1]
Maka,
izin dapat diartikan sebagai pelepasan larangan terhadap hal yang dilarang
secara umum dan diperlukan pengaturan/penataan agar tidak terjadi permasalahan
ke depannya akibat dari adanya membolehkan melakukan larangan tersebut. Oleh
karena yang menjadi dasar pembuatan izin berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, maka yang berwenang untuk menerbitkan izin adalah pejabat
melalui instansi-instansi tertentu yang diatur di dalam peraturan
perundang-undangan.
Menurut
Amrah Muslimin dan Moh. Mahfud MD, bentuk-bentuk perizinan dibagi atas 3 bagian,
yaitu:[2]
1. Lisensi
Merupakan izin yang
sebenarnya (Deiegenlyke). Dasar pemikiran mengadakan penetapan yang merupakan
lisensi ini ialah bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi diletakkan di bawah
pengawasan pemerintah, untuk mengadakan penertiban. Umpamanya: Izin perusahaan
bioskop.
2. Dispensasi
Suatu pengecualian dari
ketentuan umum, dalam hal mana pembuat undang-undang sebenamya dalam prinsipnya
tidak berniat mengadakan pengecualian.
3. Konsesi
Di sini pemerintah
menginginkan sendiri dan menganjurkan adanya usaha-usaha industri gula atau
pupuk dengan memberikan fasilitas-fasilitas kewenangan kewajiban.
Unsur-unsur
kelengkapan perizinan terdiri atas:
1.
Instrumen Yuridis
2.
Peraturan perundang-undangan
3.
Organ pemerintah
4.
Peristiwa kongkret
5.
Prosedur dan persyaratan
Mengenai
perizinan, ranah Hukum Administrasi Negara yang mengaturnya, karena hukum ini
mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan
alat-alat perlengkapan negara. Hukum Administrasi Negara belajar tentang
perizinan karena izin merupakan suatu hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat. Izin harus dimohonkan terlebih dahulu dari orang yang bersangkutan
kepada pemerintah melalui prosedur yang telah ditentukan melalui peraturan
perundang-undangan.[3]
Di
balik pemberian izin, terdapat sanksi bagi pengguna izin jika melanggar
ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini diperlukan
agar terjadi keseimbangan dalam masyarakat, karena izin merupakan pembolehan
atas larangan suatu hal. Dalam hukum administrasi negara dikenal beberapa
sanksi, yaitu:[4]
a. Bestururdwang;
b. Penarikan
kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan;
c. Pengenaan
denda administratif; dan
d. Pengenaan
uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)
B. Perizinan
Mendirikan Bangunan di Kota Balikpapan
Hal izin mendirikan
bangunan di kota Balikpapan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
antara lain:
a. Pasal
18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
c. Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
d. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman;
e. Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
f. Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
g. Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Mendirikan Bangunan Gedung;
h. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin
Mendirikan Bangunan; dan
i.
Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 5
Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2005-2015.
yang kemudian secara khusus diatur dalam
Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 3 Tahun 2012 tentang Izin Mendirikan
Bangunan (IMB).
Adapun
pengertian izin mendirikan bangunan sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Izin Mendirikan Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, dan Peraturan Daerah
Kota Balikpapan Nomor 3 Tahun 2012 tentang Izin Mendirikan Bangunan adalah
perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kota kepada pemilik bangunan gedung
untuk membangun baru, mengubah, memperluas atau mengurangi bangunan gedung
sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Peraturan
Daerah Kota Balikpapan Nomor 3 Tahun 2012 tentang Izin Mendirikan Bangunan disusun
dalam rangka melaksanakan penertiban pendirian bangunan yaitu dengan pengaturan
dan penataan bangunan yang sangat berpengaruh pada tatanan dan wajah kota di
masa mendatang. Dengan ditetapkannya Perda tersebut diharapkan akan memberikan
landasan hukum, sekaligus peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di
bidang perencanaan bangunan, perizinan bangunan, pengawasan dan ketertiban
bangunan yang berada di kota Balikpapan.
Adapun
syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan
di kota Balikpapan terdiri atas:
a. keterangan
arahan perencanaan dan perancangan bangunan;
b. salinan
(foto copy) surat bukti penguasaan tanah atas nama pemohon yang sudah
dilegalisir;
c. gambar
bangunan yang tercantum jelas ukuran dan keterangan terdiri dari denah, tampak
dan potongan dengan skala 1:50, 1:100, dan 1:200;
d. foto
copy tanda lunas Pajak Bumi Dan Bangunan tahun berjalan;
e. foto
copy Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku;
f. surat
Akta Jual Beli apabila bangunan tersebut pernah diperjual belikan;
g. bagi
bangunan rumah tinggal dengan jumlah 2 lantai atau lebih wajib melampirkan
perhitungan struktur bangunan yang dilakukan konsultan berbadan hukum.
Dari
syarat tersebut di atas, tentunya akan berbeda dengan bangunan yang diperuntukkan
untuk umum. Ada beberapa penambahan syarat khusus, yang salah satu contohnya
adalah AMDAL. Pelampiran AMDAL sangatlah memiliki titik urgensi yang tinggi
karena berkaitan dengan kehidupan orang banyak atau orang-orang di lingkungan
sekitar bangunan ataupun lingkungan itu sendiri, sebagaimana yang telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Permohonan
izin mendirikan bangunan tersebut dapat ditolak apabila rencana pekerjaan
mendirikan bangunan yang bertentangan dengan:
a. peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
b. kepentingan
umum,
c. kepentingan
umum,
d. kelestarian,
keserasian, dan keseimbangan lingkungan.
Selain
itu, terdapat 2 model sanksi dalam penerapan Perda Balikpapan tentang Izin
Mendirikan Bangunan, yakni sanksi administratif dan sanksi pidana. Adapun
sanksi administratif diberikan terhadap orang atau badan hukum yang terbukti
melakukan mendirikan bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan, membangun tidak
sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan, tidak memasang plat nomor Izin
Mendirikan Bangunan, mendirikan bangunan gedung dengan tingkat kompleksitas
tidak sederhana dan/atau khusus yang tidak dilaksanakan oleh badan hukum yang
telah memiliki Izin Usaha di bidang pekerjaan bangunan yang memenuhi
persyaratan kualifikasi dan sertifikasi sesuai standar yang berlaku, perencanaan
dan pengawasan pendirian bangunan dengan tingkat kompleksitas tidak sederhana
dan/atau khusus tidak dilaksanakan oleh konsultan perencana dan konsultan
pengawas yang memiliki kualifikasi dan bersertifikat, dan tidak melakukan
pembangunan selama 6 bulan berutut-turut sejak Izin Mendirikan Bangunan
diterbitkan. Bentuk dari sanksi administratif tersebut dapat berupa teguran
yang dilanjutkan dengan pembongkaran, dan dapat juga berupa pencabutan Izin
Mendirikan Bangunan. Sedangkan sanksi pidananya maksimal 6 bulan penjara atau
denda maksimal Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Izin
merupakan salah satu instrumen penegakan hukum yang digunakan oleh negara,
selain sebagai bagian dari hukum administrasi negara, sebagai dokumentasi bagi
negara dalam berbagai akibat dari dibolehkannya melakukan larangan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Merupakan hal yang
wajar jika pengurusannya sedikit sulit (ribet) karena berguna sebagai
pertimbangan bagi si pemohon izin atau perizinan jika menyalahgunakan izin yang
diperolehnya, selain sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan sanksi
berupa denda.
Selain
membolehkan larangan, izin berguna sebagai perlindungan hukum bagi masyarakat
dalam pelaksanaannya. Agar ke depannya, setelah atau pada saat pelaksanaan atas
izin yang diperoleh, masyarakat tidak terhambat oleh aturan-aturan lainnya yang
mengatur lebih luas.
B. Saran
Baiknya
pemerintah lebih banyak melakukan sosialisasi terhadap izin atau perizinan atas
hal-hal tertentu yang banyak digunakan masyarakat agar paradigma ribet yang
terbangun di masyarakat menjadi terkikis, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang
bersifat administratif pun dapat berkurang. Selain itu, potensi-potensi tindak
pidana atas perihal perizinan dapat dicegah karena pengetahuan masyarakat
mengenai jalur-jalur yang seharusnya. Tindak pidana korupsi merupakan potensi
laten yang dapat dicegah dengan pengawasan secara komprehensif dan membuka
pengetahuan masyarakat seluas-luasnya.
[1] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Cetakan Kedua, Yogyakarta, 2003, hlm.152
[2] Muchsan, Pengantar Hukum
Administrosi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982, hlm. 12.
[3] Ridwan, Juniarso & Achmad Sodik Sudrajat, 2010, Hukum Adminstrasi
Negara dan Kebijakan
[4] Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 245
Tidak ada komentar:
Posting Komentar