Running Text

Kalau ada orang yang bilang "jujur saya katakan" atau "kalau boleh jujur", maka kemungkinan besar orang itu terbiasa dengan ketidakjujuran (pembohong)

Mengembangkan Wawasan Oikumene

Oikumene berasal dari kata “oikos” (rumah) dan “monos” (satu), yang artinya satu rumah. Orang yang tinggal di rumah kita bisa terdiri dari banyak orang seperti: bapak, ibu, kakak, adik, oppung/opa/oma, keponakan, sepupu, dan yang lainnya. Orang yang tinggal satu rumah tentu hidup rukundan damai walaupun boleh mempunyai perbedaan satu dengan yang lain. Di dalam satu rumah itu ada terdiri dari beberapa kamar yang boleh diurus sendiri oleh penghuni kamar itu tanpa harus mengganggu dan diganggu oleh penghuni kamar lainnya. Tetapi tentu ada batas-batas “kebebasan” mengurus kamar dimaksud sebab ada saatnya sang kepala keluarga memeriksa tiap kamar (apalagi bila ada laporan yang diterima karena ada dugaan ada sesuatu yang tidak beres), mungkin ada yang menyembunyikan narkoba.
Orang yang berwawasan oikumenis berarti orang yang menerima perbedaan, yang tidak memaksakan keinginan sendiri, tetapi menerima keberadaan orang lain karena juga telah memahami keberadaan mereka (jadi bukan karena tidak peduli atau acuh terhadap yang lain). Orang yang dapat menyampaikan ide atau pendapat dan mendorong untuk melaksanakannya demi kemajuan bersama.

Aksi unjuk rasa damai menuntut perhatian pemerintah bagi kebebasan beragama di Indonesia pada tanggal 15 Agustus 2010 pada tengah hari bolong di Monas, Jakarta. Di situ hadir Srikandi Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), PMKRI, HKBP, Garda Bangsanya Nadhatul Ulama, ICRP, umat Budha, umat Hindu, dan GPIB tentunya. Dilengkapi juga dengan kehadiran Pdt. Yewangoe (Ketum PGI), Pdt. Erwin Marbun (HKBP), Jajang C. Noer (seniman), Pdt. Gomar Gultom (Sekum HKBP), Pdt. Martinus Tetelepta (PGIS Bekasi), Pdt. Luspida dari HKBP (yang menjadi korban kekerasan terhadap jemaat HKBP di Bekasi baru-baru ini), Saut Sirait (anggota KPU), Samuel Lengkey dari Dewan Pemuda Gereja Indonesia, Pdt. Bram Ferdinandus, Pdt. Denny, Pdt. Domidoyo, Pdt. Margie, Inayah Abdurrahman Wahid (yang tetap bertahan meski diguyur hujan, kemudian menyanyikan lagu “Hujan Berkat”), dan banyak lagi pemuda-pemudi GPIB maupun non-GPIB. Juga ada Workshop Youth Response in Facing Fundamentalism and Radicalism yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Islam-Kristen PKN (Gereja Protestan Belanda) dan mitra kerjanya di Indonesia tanggal 20-22 Juli 2010. Dimana para pemuda/i Kristen ditempatkan sekamar dengan rekannya yang Muslim, mereka mendapatkan banyak hal, kelompok diskusi yang bicara jujur, kunjungan ke pesantren, mendengar paparan dari narasumber yang sangat menguasai bidangnya serta perumusan rencana aksi rupanya menggugah hati dan merubah persepsi.

Gagasan Oikumenis sebenarnya sudah dikembangkan dalam relasi antar gereja di Indonesia, ada piagam kesatuan PGI adalah PSMSM (Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima). Semua gereja anggota PGI yang sekarang berjumlah 89 anggota terikat untuk saling menerima dan saling mengakui hal-hal pokok tentang gereja yang satu dengan yang lain, misalnya bila seseorang telah dibaptis di gereja yang satu, maka gereja yang lain menerima bahwa yang bersangkutan itu telah dibaptis sehingga bila pindah ke gerejanya tak perlu dibaptis lagi.

Selain dalam bentuk piagam di atas, ada berbagai kegiatan lain yang dilakukan sebagai bentuk kegiatan Oikumenis intra Nasrani, seperti yang sudah dilakukan oleh GP GPIB Immanuel Tarakan dengan para pemuda gereja anggota PGI-S Tarakan dalam Bible Camp di Pantai Manggar. Kemudian kegiatan yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh Komunitas Pemuda Gereja se-Sulawesi Utara (GMIM, KGPM, Katolik, Advent, GPdI) serta beberapa Organisasi Kepemudaan dan Mahasiswa se-Sulawesi Utara menggelar aksi unjuk rasa damai dengan mengunjungi Kantor DPRD, Pemprov Sulut, dan Kementrian Agama. Mereka mendesak Menkoinfo Tifatul Sembiring untuk mencabut pernyataannya (pada tangal 17 Juni 2010) yang menganalogikan kasus video porno mirip artis Luna Maya, Ariel dan Cut Tari dengan prosesi penyaliban Yesus Kristus di depan komisi penyiaran, wartawan dan beberapa pejabat negara serta institusi profesi (pernyataan itu dinilai sebagai perbuatan yang disengaja) dan meminta maaf kepada umat Kristiani di Indonesia bahkan seluruh dunia. Jika Pak Menteri tidak meminta maaf, maka mereka secara tegas meminta kepada Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberhentikannya.

Pemahaman oikumene sudah ada dan harus diimplikasikan sejak dari lingkungan terkecil, mulai dari keluarga kecil, keluarga besar, dengan kerabat/kolega (di lingkungan pekerjaan, sekolah, kalangan mahasiswa, di perkumpulan/organisasi kerohanian maupun kepemudaan, antar umat beragama, dll). Bila dalam arti luas, Oikumene adalah bumi yang sedang kita diami ini. Kita harus bersama-sama menjaga dan memeliharanya. Kerusakan alam karena eksploitasi hutan yang berlebihan dapat menjadi bahaya besar yang mengancam kehidupan semua makhluk di dalamnya termasuk kita umat manusia. Karena itu menjaga kelestarian alam adalah tugas bersama. Perlu ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk dapat memelihara ekosistem agar tetap terjamin. Dengan demikian, wawasan oikumenis juga mencakup pemahaman menjaga dan melestarikan alam karena semua penghuni adalah kita semua, dan kita harus bekerjasama untuk itu. Tak boleh egois, yang hanya memikirkan kepentingan umat manusia, lalu merusak hutan atau alam. Sebab pasti berdampak langsung atau tidak langsung kepada umat manusia, seperti terjadinya banjir.

Gerak pelayanan pemuda maupun warga gereja tidak hanya di dalam pelayanan semata, seperti yang dikenal pada umumnya bila dalam berjemaat atau bergereja di jemaat kita, GPIB Syaloom Balikpapan. Hal itu menjadi sesuatu yang urgent, tidak hanya dilihat dan dibahas, namun itu memerlukan implikasi yang nyata melalui interaksi dan kerjasama di dalam jemaat maupun dengan yang seiman dan yang tidak seiman sehingga dapat memberikan kenyamanan, kesejahteraan, keadilan, dan keamanan bagi jemaat maupun masyarakat sekitar. Sebagai contoh, mari kita lihat beberapa gejala sosial yang terjadi saat ini di kota Balikpapan, yakni aksi balapan liar yang dilakukan oleh sekelompok anak muda di jalanan. Aksi tersebut dapat menimbulkan berbagai macam kerugian seperti kecelakaan yang dapat menyebabkan luka-luka hingga kematian, gangguan yang dialami oleh masyarakat sekitar karena suara bising kendaraan. Dari situ kita bisa membuat suatu forum komunikasi dengan masyarakat sekitar maupun si pelaku aksi balapan liar, kemudian hasil dari forum tersebut mungkin dapat direalisasikan sebuah event atau turnamen periodik semisal road race yang resmi. Atau kita juga bisa membuat forum diskusi dengan orang yang tidak seiman untuk menjaga harmonisasi antar pemeluk agama di Balikpapan. Dan forum diskusi itu bukan hanya di luar jemaat, tapi juga sangat baik bila dilakukan di intern jemaat sendiri, seperti kajian-kajian isi Alkitab, kajian hukum di tanah air maupun Balikpapan, kajian perekonomian, kajian sosial, kajian filsafat, dan kajian pluralitas agama di Indonesia. Dan tentunya pembahasan atau diskusi tersebut jangan sampai menyimpang dari iman kita sebagai umat Kristen. Sekarang bukan waktunya berladang di lahan pelayanan hanya cukup dengan usaha dana, musik gereja, maupun ibadah saja.

Pemuda gereja sebagai warga masyarakat dapat menjadi ujung tombak pelayanan menjangkau warga masyarakat melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan. Walaupun pendeta mengetahui bidang teologi, namun karena jabatannya (sebagai pendeta), ia sering menemukan kendala dalam mengadakan pendekatan atau kerjasama dengan masyarakat sekitarnya, yang dikarenakan oleh kesibukan pelayanannya. Bila pemuda menyadari hal itu dan mengambil tanggung jawab dalam mendekatkan gereja dengan masyarakat dalam pemahaman seperti yang disebut di atas, maka gereja akan semakin dekat dan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Bila masyarakat sekitar merasakan kedekatannya dengan gereja maka tak aka nada upaya menghalangi ibadah dan berbagai kegiatannya lagi, tak ada gereja yang ditolak karena belum memiliki IMB, dll.

Sudahkah kita???


Oleh: Mangara Maidlando Gultom (Ara)
Sumber-sumber: Pdt. Victor Hutahuruk, Penatua Johan Tumanduk, Joane LH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar